Jumat, 29 Maret 2024

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2

Modul 2.2

Pembelajaran Sosial dan Emosional

Oleh : Sulaiman
CGP Angkatan 9 
SMP Negeri 17 Tangerang Selatan

Kali ini saya akan menulis mengenai refleksi kegiatan-kegiatan pelatihan yang sudah dilalui, khususnya pada modul 3.2 tentang Pemebelajaran Sosial dan Emosional (KSE). Dalam menulis jurnal refleksi ini saya menggunakan model 1 yaitu model 4F (1. Fact; 2. Feeling; 3. Findings; dan 4. Future), yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P (1. Peristiwa; 2. Perasaan; 3. Pembelajaran; dan 4. Penerapan).

Fact (fakta)

Sesuai tahapan MERDEKA yang dilaksanakan, pembelajaran Modul 2.2 ini dimulai dengan mulai dari diri, kami disuguhi materi dan video yang ada di LMS serta diberikan beberapa pertanyaan tentang pengalaman yang pernah kami alami yang berhubungan dengan tugas kami sebagai pendidik yang berkaitan dengan sosial dan emosional. Bagaimana kami mengahadapi krisis tersebut, bagaimana kami bisa bangkit dari krisis tersebut, serta apa yang kami pelajari dari krisis tersebut. Kemudian kami disuguhi dengan eksplorasi konsep yang berisi materi-materi tentang Kompetensi Sosial Emosional, Pembelajarannya serta Implementasinya di sekolah. Selain itu juga diselingi dengan tugas-tugas yang berisi refleksi dari tiap-tiap materi yang telah kami pelajari. Dengan mempelajari Pembelajaran Sosial Emosional ini diharapkan agar :

1. Kami dapat menjelaskan urgensi Pembelajaran Sosial dan Emosional untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

2. Dapat menjelaskan konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

3. Dapat mendemonstrasikan pemahaman tentang konsep kesadaran penuh (mindfulness) sebagai dasar pengembangan 5 kompetensi sosial emosional (KSE).

4. Dapat menjelaskan bagaimana implementasi pembelajaran sosial emosional di kelas dan sekolah melalui 4 indikator, yaitu: pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, dan penguatan pembelajaran sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah.

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Pembelajaran Sosial dan Emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran Sosial Emosional ini dapat diimplementasikan di kelas atau sekolah dengan 4 indikator yaitu, pembelajaran eksplisit, integrasi dalam pembelajaran guru dan kuirkulum akademik, melalui proses menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah, serta penguatan KSE Tenaga pendidik dan Tenaga Kependidikan.



Untuk menambah pemahaman kami dalam mendalami modul tentang pembelajaran berdifernsiasi, kami juga melakukan tatap maya dengan fasilitator dalam ruang kolaborasi yang terbagi atas 2 sesi, yaitu sesi diskusi dan sesi presentasi. Pada September 2024, Ibu Nida Nurfaidah selaku fasilitator kami memberikan pemantapan tentang modul pembelajaran sosial emosional yang kemudian kami diminta untuk melakukan diskusi dengan menaganalisis tentang implementasi KSE. Pada hari berikutnya, kami melakukan presentasi hasil dari diskusi kelompok yang sudah kami kerjakan.

Feeling (perasaan)

Selama kurang lebih dua minggu mempelajari modul 2.2 ini, banyak sekali hal yang dirasakan. senang, sedih, bahagia, semua bercampur aduk dengan keinginan dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan Program Guru. Banyak sekali perasaan yang timbul dari diri saya, seperti perasaan senang, karena bertambah lagi ilmu saya terutama bagaimana tentang bagaimana saya mampu mengenali emosi yang sedang saya rasan serta bagaimana saya mampu mengelola emosi tersebut agar tidak melakukan tindakan yang mungkin akan berdampak negatif bagi murid saya. Karena ketidakmampuan saya mengelola emosi tersebut, murid saya yang akan menerima akibatnya. Selama ini saya merasa, apapun perasaan yang sedang saya rasakan itu tidak akan mempengaruhi diri saya ataupun orang lain dalam pelaksanaan tugas saya sebagai guru.

Selain itu, perasaan cemas juga sedikit mengahampiri saya setelah mempelajari modul ini, saya cemas jika saya tidak mampu memahami perasaan murid saya. Dan perasaan yang sedang dialami mereka tentunya akan berpengaruh terhadap proses melaksanakan dan menerima pelajaran. Saya tidak ingin, ketidakmampuan saya memahami perasaan mereka, akan mengurangi kualitas hasil dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Sebenarnya sebelum mempelajari modul 2.2 rata-rata CGP sudah menerapkan pembelajaran Sosial Emosional di sekolahnya masing-masing, namun memang belum spesifik dan belum mengerti istilah pembelajaran sosial emosional, dan bagaimana mengatur pembelajaran sosial emosional tersebut dengan baik.

Banyak ilmu Pengetahuan yang saya dapatkan selama menjalani proses ini, bagaimana menjadi guru yang seharusnya dapat memanjemen sosial emosional, bagaimana menerapkan pembelajaran sosial emosional di sekolah.

Finding (pembelajaran)

Dalam modul 2.2 tentang pembelajaran sosial emosional banyak ilmu baru yang bisa saya dapatkan. Dari modul ini saya mendapatkan pelajaran bahwa mengenali emosi diri sebelum melakukan setiap tindakan itu harus, agar tindakan tersebut tidak berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. Selain mengenali emosi diri, kita juga dituntut untuk mampu mengelola emosi tersebut agar kita kembali ke keadaan semula yaitu dalam keadaan yang bahagia. Selain itu, banyak lagi ilmu yang saya dapatkan di modul ini seperti kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Semua materi tersebut bertujuan untuk menciptakan hubungan yang baik dan positif dengan sesama rekan kerja, dengan murid maupun dengan masyarakat disekitar kita.

Beberapa kesimpulan dalam mempelajari modul ini antara lain:

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai 5 Kompetensi Sosial dan Emosional.

5 Kompetensi Sosial Emosianal diantaranya sebagai berikut :

1. Kesadaran Diri (Self Awareness),

2. Pengelolaan Diri (Self Management),

3. Kesadaran Sosial (Social Awareness),

4. Kemampuan Berinteraksi Sosial (Relationship Skills),

5. Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making).

Kompetensi sosial emosional ini juga dapat diterapkan di kelas maupun disekolah. Penerapan PSE di kelas bisa dilakukan dengan pembelajaran secara eksplisit maupun terintegrasi dalam proses belajar guru dan kurikulum akademik. Juga dapat dilakukan dengan membentuk iklim kelas dan budaya sekolah serta dengan melakukan penguatan pada Tenaga pendidik maupun tenaga kepedidikan.

Implementasi PSE dengan pengajaran eksplisit memastikan murid memiliki kesempatan yang konsisten untuk menumbuhkan, melatih, dan berefleksi tentang kompetensi sosial dan emosional dengan cara yang sesuai dan terbuka dengan keragaman budaya. Pengajaran eksplisit KSE dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Pendidik dapat menggunakan berbagai proyek, acara atau kegiatan sekolah yang rutin untuk mengajarkan kompetensi sosial dan emosional secara eksplisit.

Untuk mengintegrasikan KSE dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik, tujuan Kompetensi Sosial Emosional dapat diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, serta musik, seni, dan pendidikan jasmani.

Indikator ketiga dalam implementasi pembelajaran sosial dan emosional adalah menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah. Lingkungan yang memprioritaskan kualitas relasi antara guru dan murid adalah salah satu indikator utama dalam penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah. Kualitas relasi guru dan murid yang tercermin dalam sikap saling percaya akan berdampak pada ketertarikan dan keterlibatan murid dalam pembelajaran. Sikap saling percaya akan menumbuhkan perasaan aman dan nyaman bagi murid dalam mengekspresikan dirinya. murid-murid akan lebih berani bertanya, mencari tahu, berpendapat, mencoba, berkolaborasi sehingga mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya secara lebih optimal. Selain kualitas relasi guru dan murid, lingkungan kelas yang aman dan positif juga dapat diciptakan melalui berbagai kegiatan pembelajaran yang dapat merangkul keberagaman dan perbedaan, melibatkan murid, dan menumbuhkan optimisme.

Adapun tujuan utama PSE itu sendiri adalah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

Future (penerapan)

Dari pendalaman materi PSE pada modul 2.2 ini saya berencana untuk menerapkannya terlebih dahulu dalam lingkup kelas saya disekolah seperti melakukan Bernafas dengan kesadaran penuh sebelum memulai pembelajaran dengan teknik STOP, kemudian juga mengintegrasikan kompetensi tersebut dalam pembelajaran saya seperti menerapkan kompetensi kesadaran sosial dalam kegiatan diskusi di kelas, kemudian menerapkan keterampilan berelasi pada saat melakukan refleksi ataupun memberikan umpan balik terhadap hasil kerja teman maupun penjelasan guru dengan menggunakan kata-kata yang positif dan mudah dimengerti.

Salam guru penggerak dan salam bahagia selalu.

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan 3.3

 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK POSITIF BAGI MURID

Program Konseling Sebaya (PKS) 
SMP Negeri 17 Tangerang Selatan

Sulaiman, S.Psi
CGP Angkatan 9
SMP Negeri 17 Tangerang Selatan

Di postingan ini saya menulis jurnal refleksi dwimingguan sesuai dengan pengalaman saya dalam proses pendidikan guru penggerak Angkatan ke-9. Jurnal refleksi ini saya tulis setelah saya mengikuti dan mempelajari modul 3.3. dengan topik Pengelolaan program yang berdampak positif bagi murid. Dalam menulis jurnal, saya menggunakan model 4F, yakni Fact (peristiwa), Feeling (perasaan), Findings (pembelajaran), Future (penerapan). 

Berikut jurnal refleksi dwimingguan modul 3.1. dengan topik Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin.

  1. FACTS (Peristiwa)
Program Konseling Sebaya (PKS) untuk Melatih dan mengembangkan keterampilan murid dalam konseling melalui program konseling sebaya (PKS). Program ini dilatarbelakangi dari masih rendahnya murid melakukan konsultasi, konseling, curat ke guru, walas, dan guru BK, namun murid memiliki kecenderungan untuk curhat pada teman sebayanya. 

Strategi awal ditahap buat pertanyaan yang saya lakukan adalah menjalin koordinasi dengan rekan guru BK dan kepala sekolah serta wakil kepala sekolah bidang kesiswaan untuk berdiskusi meminta saran/masukan terkait hal menarik apa yang dapat meningkatkan minat murid untuk melakukan konseling, sementara di sekolah, murid memiliki kecenderungan melakukan curhat, bercerita, ngobrol sesama rekan sebayanya, sehingga muncul keinginan membekali murid dengan kemampuan dasar-dasar konseling.  

Saya juga berdiskusi bersama murid untuk menguatkan program tersebut melalui sosialisasi ke beberapa kelas dan ikut gabung rapat osis dan majlis perwakilan kelas. Aksi nyata tersebut dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya terkait minat murid dalam konseling agar program konseling sebaya (PKS) ini dapat berjalan dengan baik. Hasil dari kegiatan aksi nyata buat pertanyaan ini, didapatkan bahwa seluruh warga sekolah sepakat adanya program yang dapat melatih dan membekali murid dalam konseling melalui Program Konseling Sebaya (PKS). 

Kemudian pada tahap kedua yaitu tahap ambil pelajaran. Pada tahap ini saya mencari referensi dari berbagai sumber baik dari wawancara dengan rekan BK maupun dari media elektronik/sosial. Selanjutnya dalam kegiatan ini saya membuat angket untuk mengetahui minat murid dalam konseling sebaya. Saya juga diskusi dengan kepala sekolah dan wakasek bidang kesiswaan untuk mengidentifikasi kebijakan sekolah yang menguatkan keterampilan konseling sebaya, serta mencari referensi sekolah lain yang telah memiliki program konseling sebaya. Selanjutnya juga saya mengajak diskusi dengan perwakilan murid tentang hal apa saja yang membuat mereka merasa nyaman saat konseling. Seluruh tahapan ini saya lakukan untuk menemukenali kekuatan/aset/potensi yang ada agar dapat memperoleh data yang akurat. Hasil aksi nyata yang diperoleh, saya menemukan gambaran kegiatan apa saja yang dapat menarik minat murid dalam melatih dan mengembangkan konseling sebaya. 
2. Feelings (perasaan)

Perasaan saya ketika menjalankan aksi nyata buat pertanyaan utama adalah ada sedikit kecemasan dalam hati, karena dikhawatirkan kepala sekolah, rekan BK, guru, dan murid kurang merespon positif terhadap program yang saya sampaikan. Namun, ternyata hal tersebut tidak terjadi, saya sangat bahagia ketika kepala sekolah sangat merespon positif terhadap ide pembuatan program konseling sebaya (PKS) sebagai kegiatan yang dapat melatih dan membekali konseling murid. Begitupun dengan rekan BK dan guru, mereka menyambut baik program ini. Murid pun sangat antusias dalam memberikan suaranya terkait dengan ide awal program konseling sebaya (PKS) ini.

Perasaan saya ketika melaksanakan aksi nyata tahap ambil pelajaran ini adalah sangat bersemangat dalam mengidentifikasi minat murid dan mencari referensi dari berbagai sumber tentang gambaran kegiatan yang dapat diterapkan dalam melatih keterampilan dan mengembangkan konseling murid. Setelah melakukan aksi nyata ini, saya menjadi lebih bersemangat lagi dalam mewujudkan program yang berdampak positif bagi murid untuk menumbuhkembangkan student agency.
















3. Findings (Pembelajaran)

Pembelajaran yang saya peroleh dari pelaksanaan aksi nyata tahap buat pertanyaan utama ini adalah pentingnya melakukan diskusi dengan pihak-pihak yang terkait di sekolah terutama kepala sekolah dan rekan BK dan guru, karena kita dapat saling tukar informasi, berbagi pengalaman dan memberikan saran atau masukan terkait ide awal pembuatan program konseling sebaya (PKS) ini. Selain itu pentingnya melibatkan murid dalam setiap kegiatan dapat membuat murid menyuarakan pendapatnya, menentukan pilihan yang mereka inginkan sesuai minatnya, dan akan merasa memiliki program yang berguna bagi mereka. Murid akan lebih bersemangat dan antusias sehingga akan menumbuhkan kepercayaan dirinya menuju student agency. 

Sementara yang saya peroleh dari pelaksanaan aksi nyata tahap ambil pelajaran ini adalah ternyata banyak cara dalam menarik minat murid dalam konseling  yang lebih nyaman, terbuka dan enjoy diantaranya melalui konseling sebaya. Selain itu juga guru harus selalu melibatkan dalam segala aktivitasnya, begitupun dengan penentuan sebuah program karena murid memiliki suara, pilihan dan kepemilikannya sendiri yang harus difasilitasi oleh pihak sekolah. 

4. Future (Penerapan)

Melalui kegiatan diskusi dengan seluruh warga sekolah, diharapkan program ini dapat teralisasi. Segala tantangan yang ditemui, diharapkan dapat diminimalisir dengan memanfaatkan aset utama yang ada di sekolah. Semoga program ini dapat berjalan konsisten sehingga dapat berkontribusi dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan murid. Kekurangan dan kelemahan yang ada pada tahap ini, akan menjadi evaluasi kedepannya.

Melalui kegiatan ini, semoga program konseling sebaya (PKS) ini dapat dilaksanakan dengan konsisten dan diharapkan dapat memunculkan ide-ide pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan bagi murid. Kekurangan yang ada pada tahap ini, semoga dapat diperbaiki di tahap selanjutnya sehingga program ini dapat berdampak positif bagi murid.

Demikian terima kasih

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan 3.1

Modul 3.1 
Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan 
sebagai Pemimpin


Oleh: Sulaiman, S.Psi
CGP Angkatan 9
SMP Negeri 17 Tangerang Selatan


Di postingan ini saya menulis jurnal refleksi dwimingguan sesuai dengan pengalaman saya dalam proses pendidikan guru penggerak Angkatan ke-9. Jurnal refleksi ini saya tulis setelah saya mengikuti dan mempelajari modul 3.1. dengan topik Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin. Dalam menulis jurnal, saya menggunakan model 4F, yakni Fact (peristiwa), Feeling (perasaan), Findings (pembelajaran), Future (penerapan). 

Berikut jurnal refleksi dwimingguan modul 3.1. dengan topik Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin.

1. Fact (Peristiwa)

Saya memulai mempelajari modul 3.1. dengan topik Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin di LMS dengan alur MERDEKA, yakni:

a. Mulai dari Diri 

Pada tanggal 01 Februari 2024, saya mulai mempelajari modul 3.1 dengan topik Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin dengan mengerjakan pre-test paket modul 3. Alhamdulillah, pre-test berjalan lancar. Setelah itu, saya mulai membuka tautan mulai dari diri. Di tahap ini saya menganalisis studi kasus dan menjawab pertanyaan pemantik dan 5 pertanyaan dalam rangka untuk mengaktifkan pengetahuan awal (prior knowledge) dan mengamati keterampilan seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan dengan berada di antara berbagai pemangku kepentingan, di antaranya murid, orang tua murid, guru, yayasan, dan pihak komunitas sekolah. 

b. Eksplorasi Konsep

Di bagian eksplorasi konsep, saya belajar di LMS 4 subtopik utama, yakni sekolah sebagai institusi moral, bujukan moral dan dilema etika, prinsip pengambilan keputusan, dan pengambilan dan pengujian keputusan. Berikut rangkuman materi yang terdapat di eksplorasi konsep:

1) Dilema etika (benar vs benar) adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Sementara itu, bujukan moral (benar vs salah) yaitu situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar dan salah.

2) Empat paradigma pengambilan keputusan

a) Individu lawan kelompok (individual vs community) 

b) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

c) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

d) Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)



3) Tiga prinsip pengambilan keputusan

a) Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

b) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

c) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

4) Sembilan langkah pengambilan keputusan

a) Mengenali nilai yang bertentangan.

b) Menentukan pihak yang terlibat 

c) Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi

d) Pengujian benar atau salah

e) Pengujian paradigma benar lawan benar

f) Melakukan prinsip resolusi

g) Investigasi opsi trilema

h) Buat keputusan

i) Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Setelah itu saya, melakukan diskusi asinkron. Saya memilih menganalisi kasus 2, yakni kasus antara Ibu Dani dan Ibu Azizah. 

Berikut kasusnya:

Ibu Azizah adalah kepala sekolah SMP Tunas Bangsa. Ia adalah seorang kepala sekolah yang memiliki integritas dan komitmen yang tinggi.  Ia memiliki hubungan profesional yang baik dengan Ibu Dani, Kepala SMA Nusantara. Mereka seringkali berkomunikasi dan bekerjasama sehubungan dengan program-program pendidikan baik di sekolah Ibu Azizah sendiri maupun sekolah Ibu Dani.

Baru-baru ini Ibu Azizah terpilih menjadi ketua MKKS-Musyawarah Kerja Kepala Sekolah. Ibu Dani pun terpilih menjadi bendahara MKKS.  Awalnya semua program MKKS dibawah kepemimpinan Ibu Azizah berjalan dengan baik sampai pada saatnya diadakan rapat evaluasi semester 1, dimana Ibu Azizah harus memberikan laporan pada Dewan Pembina MKKS, termasuk laporan keuangan. Ibu Azizah pun meminta laporan keuangan pada bendahara yaitu Ibu Dani.

Dua minggu sebelum rapat evaluasi, Ibu Azizah pun sibuk mempersiapkan dokumen-dokumen laporan yang dibutuhkan, termasuk dokumen yang berhubungan dengan keuangan. Ia pun menghubungi Ibu Dani, saat itulah Ibu Azizah mengetahui bahwa selama ini Ibu Dani menggunakan sebagian uang MKKS untuk pengobatan putrinya yang sedang sakit dan memerlukan pengobatan yang mahal. Ibu Dani berjanji bahwa uang tersebut akan segera digantikan sebelum rapat evaluasi tiba. Ibu Azizah sebetulnya ragu akan hal tersebut mengingat jumlah uang yang cukup besar. Namun Ibu Dani meminta Ibu Azizah untuk berjanji untuk tidak memberitahu siapapun tentang tindakannya. Apa yang akan dilakukan Anda bila berada di posisi Ibu Azizah, dan mengapa?

Berikut pertanyaan-pertanyaan untuk menganalisis kasus:

a. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut? Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut?

b. Apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal).

c. Apakah ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi).

d. Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi).

e. Apa yang Anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik atau menjadi viral di media sosial? Apakah Anda merasa nyaman?

f. Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini?

g. Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan  tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)?

h. Apa keputusan yang Anda ambil?

i. Prinsip mana yang Anda gunakan, dan mengapa?

Berikut hasil analisis kasus:

a. Jika situasi dalam kasus Bu Azizah dan Bu Dani adalah situasi dilema etika, paradigma yang terjadi pada situasi tersebut adalah paradigma Rasa Keadilan dan Rasa Kasihan.  Nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut adalah nilai integritas untuk transparan dalam penggunaan anggaran dan tidak berintegritas karena menyetujui penggunaan anggaran organisasi yang tidak sesuai dengan aturan.

b. Uji legal: tidak ada pelanggaran hukum dalam situasi tersebut. Ibu Dani yang menggunakan uang MKKS untuk keperluan pengobatan anaknya yang sakit berjanji untuk mengembalikan uang tersebut sebelum rapat evaluasi. Namun, situasi ini bisa terjadi pelanggaran hukum apabila Ibu Dani tidak dapat mengembalikan uang tersebut.

c. Uji regulasi: ada pelanggaran peraturan atau kode etik profesi dalam situasi yang dialami Ibu Azizah dan Bu Dani, yakni saat Bu Dani menggunakan uang MKKS yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, Bu Dani juga mencoba memengaruhi Bu Azizah untuk memberitahukan hal yang dilakukannya kepada para anggota.


d. Uji intuisi: ada yang salah dalam situasi ini. Bu Dani memang berjanji untuk mengembalikan uang MKKS, tetapi uang itu digunakan tidak semestinya, yakni untuk keperluan pribadi dan tidak sepengetahuan dan persetujuan dari para anggota.

e. Jika keputusan yang saya ambil dipublikasikan di media dan viral, saya akan merasa kurang nyaman karena kasus ini menyangkut urusan pribadi seseorang.

f. Keputusan yang bisa diambil berdasarkan idola/panutan adalah tetap memberi waktu dan komitmen yang tegas kepada Bu Dani untuk mengembalikan uang yang sudah dipakai dan memberikan nasihat agar perilaku tersebut tidak diulangi di kemudian hari.

g. Investigasi Opsi Trilemma: penyelesaikan kreatif untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan mengadakan pertemuan terbatas dengan para pengurus inti MKKS dan menyampaikan hal yang sebenarnya terjadi, lalu mengajak para pengurus untuk membuat solusi yang tepat, seperti memberi kesempatan kepada Bu Dani untuk mengembalikan uang MKKS dan membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan lagi. Di sisi lain, pengurus MKKS bisa mengadakan penggalangan dana untuk pengobatan anak Bu Dani kepada seluruh anggota MKKS sebagai bentuk empati.

h. Keputusan yang saya ambil adalah memberi jangka waktu tertentu untuk Bu Dani agar segera mengembalikan uang MKKS. Jika sampai mendekati rapat evaluasi, Bu Dani tidak bisa mengembalikan, maka saya akan menggunakan Investigasi Opsi Trilemma.

i. Prinsip yang saya gunakan dalam mengambil keputusan adalah Care-Based Thinking atau berpikir berbasis rasa peduli karena dengan prinsip ini membuat saya memikirkan kepentingan orang lain dan menimbulkan rasa empati.

c. Ruang Kolaborasi

Ruang kolaborasi di modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah diskusi dengan anggota kelompok dan yang kedua adalah presentasi hasil diskusi tersebut. Semua itu dilakukan secara daring melalui Gmeet. Diskusi kelompok di ruang kolaborasi pertama dilakukan pada tanggal 06 Februari 2024. Sementara itu, presentasi hasil diskusi dilaksanakan pada tanggal 07 Februari 2024. 


 

d. Demonstrasi Kontekstual

Di bagian ini saya mendapatkan tugas untuk mewawancarai minimal dua kepala sekolah terkait cara atau proses pengambilan keputusan. Saya mewawancarai kepala sekolah di tempat saya mengajar, yakni Bapak Drs. Aa. Suprayogi, M.Pd dan kepala Madrasah Aliyah Khazanah Kebajikan, yakni Ibu Bahjah, S.Ag. Tugas demonstrasi kontekstual yang saya buat dapat diakses melalui tautan berikut: 



e. Elaborasi Pemahaman

Di bagian ini, saya ditugasi untuk memberikan pertanyaan yang dapat menguatkan pemahaman saya tentang isi modul 3.1.

Berikut beberapa pertanyaan yang akan menguatkan pemahaman saya akan materi konsep di Modul 3.1. ini adalah:

1) Pertanyaan Sehubungan Dengan Topik Dilema Etika dan Bujukan Moral

Bagaimana cara mudah menentukan dilema etika dan bujukan moral, selain dengan cara (benar vs benar) dan (benar vs salah)?

2) Pertanyaan Sehubungan Dengan Topik 4 Paradigma Pengambilan Keputusan

Jika 4 paradigma pengambilan keputusan saling bersinggungan, paradigma manakah yang paling tepat untuk diambil?

3) Pertanyaan Sehubungan Dengan Topik 3 Prinsip Pengambilan Keputusan

Adakah prinsip lain dalam pengambilan keputusan selain berbasis hasil akhir, berbasis peraturan, dan berbasis rasa peduli?

4) Pertanyaan Sehubungan Dengan Topik 9 Langkah Pengujian Pengambilan Keputusan

Bagaimana cara penerapan uji panutan dalam langkah pengujian pengambilan keputusan?

5) Pertanyaan Umum

Bagaimana tips yang tepat bagi seorang pemimpin yang harus mengambil kebijakan secepatnya yang berhubungan dengan orang banyak?

Saya juga melakukan elaborasi pemahaman dengan instruktur melalui Gmeet pada tanggal 13 Februari 2024. Instruktur yang memandu kegiatan elaborasi adalah Ibu R. Sinta Dewi Sekarwati.

 f. Koneksi Antar-Materi

Di bagian koneksi antarmateri Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin, saya membuat simpulan, keterkaitan dengan modul lainnya, dan refleksi. Hasil koneksi antarmateri modul 3.1. saya tuangkan dalam tautan: https://ruangkons3ling.blogspot.com/2024/02/koneksi-antar-materi.html 

g. Aksi Nyata

Aksi nyata berisi pemahaman saya tentang modul 3.1 yang diterapkan secara nyata. Di aksi nyata ini saya akan mempraktikkan proses pengambilan keputusan, paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan di sekolah.

2. Feeling (Perasaan)

Selama saya mempelajari Modul 3.1., saya merasakan perasaan yang semangat dan senang. Saya bersemangat karena di modul 3.1. saya belajar mengenai dilema etika, prinsip pengambilan keputusan, sampai langkah dan pengujian pengambilan keputusan. Saya senang karena saya cukup banyak memahami materi dalam modul ini, 

3. Findings (Pembelajaran):

Di Modul 3.1. saya mendapatkan materi tentang materi-materi berikut:

1) Dilema etika (benar vs benar) adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Sementara itu, bujukan moral (benar vs salah) yaitu situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar dan salah.

2) Empat paradigma pengambilan keputusan

a) Individu lawan kelompok (individual vs community) 

b) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

c) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

d) Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

3) Tiga prinsip pengambilan keputusan

a) Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

b) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

c) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

4) Sembilan langkah pengambilan keputusan

a) Mengenali nilai yang bertentangan.

b) Menentukan pihak yang terlibat 

c) Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi

d) Pengujian benar atau salah

e) Pengujian paradigma benar lawan benar

f) Melakukan prinsip resolusi

g) Investigasi opsi trilema

h) Buat keputusan

i) Lihat lagi keputusan dan refleksikan

4. Future (Penerapan)

Setelah memahami materi modul 3.1., saya akan menerapkannya dalam pengambilan keputusan yang harus saya laksanakan.

Minggu, 24 Maret 2024

AKSI NYATA 3.3

Aksi Nyata Modul 3.3

PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK POSITIF BAGI MURID

Program Konseling Sebaya (PKS) 
SMP Negeri 17 Tangerang Selatan

Oleh : Sulaiman, S.Psi
CGP Angkatan 9
SMP Negeri 17 Tangerang Selatan

Tujuan Pembelajaran Khusus:  

  1. CGP dapat menjalankan tahapan B (Buat Pertanyaan) & A (Ambil Pelajaran) berdasarkan model prakarsa perubahan B-A-G-J-A yang telah dibuat sebelumnya pada tahapan Demonstrasi Kontekstual dalam sebuah aksi nyata. 
  2. CGP membuat dokumentasi pelaksanaan tahapan yang telah dijalankan tersebut.


Judul Program

Program Konseling Sebaya (PKS)


Tujuan Program

Melatih dan mengembangkan keterampilan murid dalam konseling melalui program konseling sebaya (PKS)


Latar Belakang Program

  1. Masih rendahnya minat murid mencurahkan hatinya atau konseling pada guru, walas maupun dengan guru BK.
  2. Kecenderungan murid lebih nyaman dan terbuka jika curhat atau konseling pada teman sebayanya. 
  3. Semakin beragam dan meningkatnya kesulitan serta permasalahan yang dialami murid saat ini (pribadi, sosial, belajar, dan karir). 
  4. SMP Negeri 17 Tangerang Selatan memiliki aset utama dalam modal manusia yaitu 8 (delapan) guru BK terdiri 4 orang sudah sertifikasi, dan 2 berlatar belakang sarjana psikologi dan 1 pascasarjana psikologi, 5 berlatar belakang pendidikan S2.
  5. SMP Negeri 17 Tangerang Selatan memiliki aset utama dalam modal fisik yaitu memiliki 2 ruang bimbingan konseling, ruang serba guna, beberapa taman atau gajebo untuk murid dipelataran sekolah.
  6. SMP Negeri 17 Tangerang Selatan memiliki sumber finansial utama dari dana bos yang dapat digunakan untuk keperluan pembiayaan ekstrakulikuler sekolah.
  7. Kepemimipinan murid harus dikembangkan dengan program yang berpihak kepada murid untuk membentuk karakter profil pelajar pancasila.
  8. Berdasarkan hasil wawancara murid, diperoleh data bahwa minat pada murid terhadap konseling sebaya cukup baik.
  9. Berdasarkan angket murid, diperolah data bahwa ada banyak murid yang berminat mendaftar  program ekstrakulikuler konseling sebaya. 

Aksi Nyata

Tahap B 

  • Buat pertanyaan utama

  1. Mengapa kita perlu melatih dan mengembangkan keterampilan murid dalam konseling teman sebaya? 
  2. Bagaimana cara melatih dan mengembangkan keterampilan murid dalam konseling teman sebaya? 

  • Tindakan yang perlu dilakukan untuk mendapatkan jawaban

  1. Berdiskusi bersama kepala sekolah tentang pentingnya melatih dan mengembangkan keterampilan murid dalam konseling. 
  2. Berdiskusi dengan rekan BK untuk mengidentifikasi tingkat dan keterampilan awal konseling bagi murid
  





  • Rencana untuk melibatkan suara, pilihan dan kepemilikan murid
      Melakukan sesi dialog dengan perwakilan murid untuk menguatkan ide di tahap awal ini.



  • Aset/kekuatan/sumber daya yang dapat dipergunakan
  1. Murid
  2. Guru dan rekan BK
  3. Kepala sekolah

 



Catatan Refleksi Tahap Buat Pertanyaan Utama dan Tahap Ambil Pelajaran

MODEL 4F (Facts, Feelings, Finding, Future)



  1. FACTS (Peristiwa)
Program Konseling Sebaya (PKS) untuk Melatih dan mengembangkan keterampilan murid dalam konseling melalui program konseling sebaya (PKS). Program ini dilatarbelakangi dari masih rendahnya murid melakukan konsultasi, konseling, curat ke guru, walas, dan guru BK, namun murid memiliki kecenderungan untuk curhat pada teman sebayanya. 

Strategi awal ditahap buat pertanyaan yang saya lakukan adalah menjalin koordinasi dengan rekan guru BK dan kepala sekolah serta wakil kepala sekolah bidang kesiswaan untuk berdiskusi meminta saran/masukan terkait hal menarik apa yang dapat meningkatkan minat murid untuk melakukan konseling, sementara di sekolah, murid memiliki kecenderungan melakukan curhat, bercerita, ngobrol sesama rekan sebayanya, sehingga muncul keinginan membekali murid dengan kemampuan dasar-dasar konseling.  

Saya juga berdiskusi bersama murid untuk menguatkan program tersebut melalui sosialisasi ke beberapa kelas dan ikut gabung rapat osis dan majlis perwakilan kelas. Aksi nyata tersebut dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya terkait minat murid dalam konseling agar program konseling sebaya (PKS) ini dapat berjalan dengan baik. Hasil dari kegiatan aksi nyata buat pertanyaan ini, didapatkan bahwa seluruh warga sekolah sepakat adanya program yang dapat melatih dan membekali murid dalam konseling melalui Program Konseling Sebaya (PKS). 

Kemudian pada tahap kedua yaitu tahap ambil pelajaran. Pada tahap ini saya mencari referensi dari berbagai sumber baik dari wawancara dengan rekan BK maupun dari media elektronik/sosial. Selanjutnya dalam kegiatan ini saya membuat angket untuk mengetahui minat murid dalam konseling sebaya. Saya juga diskusi dengan kepala sekolah dan wakasek bidang kesiswaan untuk mengidentifikasi kebijakan sekolah yang menguatkan keterampilan konseling sebaya, serta mencari referensi sekolah lain yang telah memiliki program konseling sebaya. Selanjutnya juga saya mengajak diskusi dengan perwakilan murid tentang hal apa saja yang membuat mereka merasa nyaman saat konseling. Seluruh tahapan ini saya lakukan untuk menemukenali kekuatan/aset/potensi yang ada agar dapat memperoleh data yang akurat. Hasil aksi nyata yang diperoleh, saya menemukan gambaran kegiatan apa saja yang dapat menarik minat murid dalam melatih dan mengembangkan konseling sebaya. 
2. Feelings (perasaan)

Perasaan saya ketika menjalankan aksi nyata buat pertanyaan utama adalah ada sedikit kecemasan dalam hati, karena dikhawatirkan kepala sekolah, rekan BK, guru, dan murid kurang merespon positif terhadap program yang saya sampaikan. Namun, ternyata hal tersebut tidak terjadi, saya sangat bahagia ketika kepala sekolah sangat merespon positif terhadap ide pembuatan program konseling sebaya (PKS) sebagai kegiatan yang dapat melatih dan membekali konseling murid. Begitupun dengan rekan BK dan guru, mereka menyambut baik program ini. Murid pun sangat antusias dalam memberikan suaranya terkait dengan ide awal program konseling sebaya (PKS) ini.

Perasaan saya ketika melaksanakan aksi nyata tahap ambil pelajaran ini adalah sangat bersemangat dalam mengidentifikasi minat murid dan mencari referensi dari berbagai sumber tentang gambaran kegiatan yang dapat diterapkan dalam melatih keterampilan dan mengembangkan konseling murid. Setelah melakukan aksi nyata ini, saya menjadi lebih bersemangat lagi dalam mewujudkan program yang berdampak positif bagi murid untuk menumbuhkembangkan student agency.
















3. Findings (Pembelajaran)

Pembelajaran yang saya peroleh dari pelaksanaan aksi nyata tahap buat pertanyaan utama ini adalah pentingnya melakukan diskusi dengan pihak-pihak yang terkait di sekolah terutama kepala sekolah dan rekan BK dan guru, karena kita dapat saling tukar informasi, berbagi pengalaman dan memberikan saran atau masukan terkait ide awal pembuatan program konseling sebaya (PKS) ini. Selain itu pentingnya melibatkan murid dalam setiap kegiatan dapat membuat murid menyuarakan pendapatnya, menentukan pilihan yang mereka inginkan sesuai minatnya, dan akan merasa memiliki program yang berguna bagi mereka. Murid akan lebih bersemangat dan antusias sehingga akan menumbuhkan kepercayaan dirinya menuju student agency. 

Sementara yang saya peroleh dari pelaksanaan aksi nyata tahap ambil pelajaran ini adalah ternyata banyak cara dalam menarik minat murid dalam konseling  yang lebih nyaman, terbuka dan enjoy diantaranya melalui konseling sebaya. Selain itu juga guru harus selalu melibatkan dalam segala aktivitasnya, begitupun dengan penentuan sebuah program karena murid memiliki suara, pilihan dan kepemilikannya sendiri yang harus difasilitasi oleh pihak sekolah. 

4. Future (Penerapan)

Melalui kegiatan diskusi dengan seluruh warga sekolah, diharapkan program ini dapat teralisasi. Segala tantangan yang ditemui, diharapkan dapat diminimalisir dengan memanfaatkan aset utama yang ada di sekolah. Semoga program ini dapat berjalan konsisten sehingga dapat berkontribusi dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan murid. Kekurangan dan kelemahan yang ada pada tahap ini, akan menjadi evaluasi kedepannya.

Melalui kegiatan ini, semoga program konseling sebaya (PKS) ini dapat dilaksanakan dengan konsisten dan diharapkan dapat memunculkan ide-ide pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan bagi murid. Kekurangan yang ada pada tahap ini, semoga dapat diperbaiki di tahap selanjutnya sehingga program ini dapat berdampak positif bagi murid.

Demikian terima kasih

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2

Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional Oleh : Sulaiman CGP Angkatan 9  SMP Negeri 17 Tangerang Selatan Kali ini saya akan menulis menge...